·

Pratu Suparlan, Tak Takluk Hingga Darah Penghabisan

Pratu Suparlan membuang senjatanya dan mengambil senapan mesin milik rekannya yang gugur. Tanpa gentar sedikit pun, ia menerjang ke arah pasukan Fretilin. Hamburan peluru senapan mesin musuh yang mengoyak tubuh Pratu Suparlan, dibalasnya dengan rentetan peluru, hingga amunisinya habis. Meski bersimbah darah, prajurit Kopassus ini tetap tegar bagai Banteng Ketaton. Bukannya roboh seperti harapan musuh, Pratu Suparlan justru menghunus pisau Komandonya, lalu berlari mengejar Fretilin ke tengah semak belukar, dan merobohkan pasukan militer komunis tersebut.

Jagoan VS Pengeroyok 

Timor-Timur pada 9 Januari 1983, saat satu unit gabungan tentara Nanggala-LII Kopassandha pimpinan Letnan Poniman Dasuki, tengah berpatroli di KV 34 – 34/Komplek Liasidi, suatu daerah sangat rawan di pedalaman. Maklum, daerah tersebut merupakan tempatnya para pentolan pemberontak Fretilin yang tak sungkan menghabisi anggota TNI yang mereka jumpai. Tiba-tiba sepasukan kecil TNI ini di¬hadang oleh sekitar 300-an Fretilin (sayap militer terlatih Timor-Timur), lengkap bersenjatakan senapan serbu, mortar, dan GLM.

Terjadilah pertempuran tak imbang antara ratusan Fretilin di ketinggian, dengan TNI pada posisi di pinggir jurang. Satu per satu anggota pasukan kecil ini gugur, dimangsa peluru Fretilin. Menyadari hal ini, Dan Tim segera memerintahkan pasukan untuk meloloskan diri ke satu-satunya peluang, yakni ke celah bukit. Namun hanya sedikit waktu yang tersisa bagi pasukan kecil ini, sehingga Pratu Suparlan menyatakan pada komandannya untuk terus maju, sementara ia sendiri memilih untuk menghadang musuh.

Di sinilah jiwa seorang patriot terbukti. Pratu Suparlan membuang senjatanya dan mengambil senapan mesin milik rekannya yang gugur. Tanpa gentar sedikit pun, ia menerjang ke arah pasukan Fretilin. Hamburan peluru senapan mesin musuh yang mengoyak tubuh Pratu Suparlan, dibalasnya dengan rentetan peluru, hingga amunisinya habis. Meski bersimbah darah, prajurit Kopassus ini tetap tegar bagai Banteng Ketaton. Bukannya roboh seperti harapan musuh, Pratu Suparlan justru menghunus pisau Komandonya, lalu berlari mengejar Fretilin ke tengah semak belukar, dan merobohkan 6 personil pasu¬kan militer komunis tersebut.

Tak terhitung jumlah peluru yang telah menancap di tubuhnya, membuat seragam loreng yang dikenakan Pratu Suparlan, berubah warna menjadi merah akibat darah yang mengucur deras dari luka-lukanya. Namun ia tak menyerah, meski pasukan komunis itu menjadikannya bulan-bulanan peluru. Tibalah Pratu Suparlan pada ambang kesanggupannya, ia terduduk dan tak lagi mampu menggenggam pisau Komandonya. Ia kehabisan darah. Namun ia tak pernah kehabisan akal maupun semangat, untuk membela Ibu Pertiwi, dari rongrongan pemberontak!

Tetap Cerdas di Ujung Nafas 

Saat jatuh terduduk, pasukan Fretilin segera mengerumuninya, dan memberikan sebuah tembakan di lehernya. Setelah puluhan mu¬suh makin dekat mengepungnya, dengan sisa tenaga yang ada, ia susupkan tangan ke kantong celana. Dalam hitungan detik, dicabutnya pin granat, lalu ia melompat ke arah kerumunan Fretilin di depannya seraya berteriak, “Allahu Akbar”…. Dentaman keras membahana, mengiringi robohnya puluhan prajurit komunis, bersama seorang prajurit Kopassus bernama Prajurit Satu Suparlan.

Sementara itu, sisa pasukan “Unit Suparlan” yang tinggal 5 orang, telah menguasai ketinggian di celah bukit. Melihat gugurnya Pratu Suparlan, dari atas bukit mereka menghujani tembakan kepada kerumunan Fretelin. Jatuh korban dari kedua belah pihak. Tak lama, pasukan bantuan pun tiba, dan segera membantu memukul mundur Fretelin. Ketika pertempuran yang berlangsung hingga malam ini berhenti, pasukan ban¬tuan menemukan puluhan prajurit yang gugur, dari kedua belah pihak. Di antaranya adalah 7 (tujuh) orang Unit Pratu Suparlan. Jenazah Pratu Suparlan sendiri ditemukan dalam keadaan tidak utuh. Sedangkan dari pihak Fretelin yang kehilangan 83 orang milisinya, sisanya beberapa ditangkap hidup-hidup.

KPLB dan Landasan Pacu 

Keberanian, kecerdasan, dan baktinya pada Ibu Pertiwi, membuat negara menganugerahi KPLB (Kenaikan Pangkat Luar Biasa) kepada Prajurit Satu Suparlan satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula yaitu Kopda (Anm). Tanda jasa Bintang Sakti pun diberikan pada Kopda (Anm) Suparlan pada 13 April 1987, melalui Keppres No. 20/ TK/TH. 1987.

Nama Suparlan terpahat di atas batu granit hitam Monumen Seroja, di Komplek Markas Besar TNI Cilangkap, serta diabadikan sebagai nama Lapangan Udara Perintis di Pusdikpasus Batujajar Bandung yang diresmikan oleh Kasad Jendral TNI Edi Sudrajat pada 26 Mei 1991.

Kepada 7 (tujuh) personil yang gugur dari Unit Suparlan, negara juga menganugerahkan kenaikan pangkat. Sebelumnya, setelah pertempuran sengit yang menewaskan prajurit Suparlan dan ketujuh personil lainnya, komandan Fretilin mengirimkan surat kepada pasukan Kopassandha. Surat tersebut berisi tentang pernyataan salut mereka atas keberanian dan perlawanan yang dilakukan oleh Prajurit Satu Suparlan ( Majalah Baret Merah Edisi April 2014).